Oleh: Kholifatul Rosyidah, S.Pd.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, bahasa pengantar dalam dunia pendidikan maupun sebagai bahasa komunikasi masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, bahasa Indonesia pun mengalami perkembangan oleh masyarakat penuturnya terutama dalam situasi tidak resmi. Salah satu pengaruh dari perkembangan zaman yang berperan penting dalam tindak tutur masyarakat adalah pengaruh media sosial yang melahirkan bahasa atau istilah-istilah baru dalam berkomunikasi yang lebih tepatnya disebut dengan bahasa gaul atau bahasa alay.
Maraknya penggunaan media sosial dikalangan masyarakat memberi andil yang besar dalam perkembangan Bahasa Indonesia. Hal ini wajar mengingat pengguna media sosial berasal dari berbagai bangsa dan bahasa yang tidak terikat oleh batasan sosial. Kondisi ini tentu berpengaruh juga pada kebiasaan berbahasa para pengguna. Sebagai bukti telah terjadinya perubahan pada Bahasa Indonesia akibat pengaruh media sosial adalah fenomena munculnya bahasa alay di kalangan remaja yang mengontaminasi kebakuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan bahasa kesatuan yang harus dijunjung tinggi.
Perkembangan teknologi yang sangat cepat telah memberikan andil besar bagi terjadinya perubahan bahasa. Bagaimana tidak? Fenomena di lapangan memberikan bukti bahwa makin maraknya penggunaan media sosial di kalangan masyarakat semacam Facebook, Twitter, Path, Instagram, Line atau media sosial lainnya. Terlebih dengan banyaknya kemudahan yang ditawarkan dalam media sosial, terutama kemudahan bahasa. Fenomena ini wajar mengingat pengguna media sosial sangat heterogen, memiliki latar belakang budaya, bahasa, dan pendidikan yang sangat beragam.
Penggunaan bahasa alay banyak ditemukan pada postingan di berbagai media sosial. Penerapan bahasa ini memunculkan efek domino terhadap remaja lainnya. Kebanyakan mereka akan menyerap dan meniru apa yang telah dilakukan temannya melalui postingan yang dilakukan. Mereka beranggapan hal baru yang dilakukan temannya merupakan sesuatu yang ngetren. Sebagai contoh penggunaan bahasa alay tersebut misalnya pada penerapan metafora‘bingung tingkat dewa,. ‘kesel setengah mampus’, yang dimaknai sebagai bentuk ekspresi kegundahan atau kesalahan luar biasa yang sedang mereka alami. Contoh yang lainnya adalah penggunaan kata-kata yang direduksi sebagai kata-kata baru, seperti ‘warbiyazah’. Kata ini sekilas terkesan sebagai serapan kata dari Bahasa Arab. Padahal kata tersebut merupakan reduksi dari frase ‘luar biasa’. Tujuan pengubahan kata tersebut dimaksudkan untuk menciptakan makna yang berlebih. Fenomena perubahan bahasa sebagaimana diilustrasikan di atas tentu harus segera mendapatkan perhatian yang serius.
Penerapan bahasa alay dalam berkomunikasi di kalangan remaja yang dibiarkan akan menjadikan mereka beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang normatif. Dengan demikian penggunaan bahasa ini akan menjadi kebiasaan. Padahal kebiasaan penggunaan bahasa alay dalam media sosial akan berdampak pada makin sulitnya masyarakat Indonesia berkomunikasi dalam lingkungan formal. Sebagai contoh, tidak jarang siswa SMA yang merasa kikuk tampil menggunakan bahasa resmi ketika harus berbicara di depan kelas. Menurutnya penggunaan bahasa resmi ini menjadikan situasi terlalu formal sehingga menjadi tidak komunikatif. Kekhawatiran akan semakin maraknya penggunaan bahasa alay pada media sosial bukan hal yang berlebihan. Bahasa alay ini sudah dianggap sebagai ancaman yang serius terhadap kaidah tata Bahasa Indonesia. Dalam dunia linguistik dikenal dengan bahasa baku dan tidak baku. Bahasa alay adalah bahasa tidak baku karena tidak mengindahkan kaidah kebakuan bahasa. Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus lama-lama bahasa alay ini pun akan bersifat arbiter. Melalui pembelajaran bahasa, penguasaan Bahasa Indonesia diharapkan mengembangkan berbagai kecerdasan, karakter dan kepribadian.
Orang yang memiliki keterampilan berbahasa baik secara aktif maupun pasif akan mampu mengekspresikan pemahaman dan kemampuan dirinya, secara runtut, logis, dan sistematis. Hal penting yang harus tertanam dalam pola pikir guru Bahasa Indonesia adalah, tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah bukan hanya untuk mengantarkan siswa lulus ujian melainkan mereka juga diharapkan menerapkannya dalam berkomunikasi. Mewujudkan harapan ini tentu saja bukan pekerjaan yang mudah. Namun dengan sikap serius dengan komitmen yang terjaga untuk senantiasa menjunjung tinggi misi pelestarian bahasa resmi Negara yakni Bahasa Indonesia, ini modal terpenting dalam meminimalisir memburuknya kontaminasi bahasa. Kecanggihan teknologi telah memberikan andil besar dalam mengantarkan perubahan bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia khususnya para remaja, sudah mengalami banyak kesulitan dalam berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kondisi ini terjadi setelah remaja memiliki budaya berkomunikasi dalam media sosial. Menurut anggapan mereka, perubahan bahasa tersebut adalah salah satu bentuk kreativitas berbahasa. Jika mereka tidak menggunakannya, mereka akan dinilai tidak gaul. Salah satu dari penyimpangan tersebut adalah digunakannya bahasa alay. Bahasa ini baik secara langsung maupun tidak telah berhasil mengubah masyarakat Indonesia untuk tidak menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar.